"Mungkin...mungkin Luqman...mungkin Luqman takut hujan lebat...nanti dia tak dapat balik...mungkin...mungkin Luqman..."
Dua titis air mata gugur dari kedua belah kelopak matanya. Dia menggantungkan plastik makanan dan minuman di tepi kerusi sebelum duduk dan meletakkan kepalanya di atas meja.
Banyak yang difikirkan. Tentang hari esok yang akan pantas menjelma, dan tentang cinta yang masih belum menjadi miliknya. Luqman yang sudah meninggalkannya hanya akan dilihatnya kembali pada esok pagi. Rintik hujan mulai kedengaran dan semakin sayup. Mira tertidur dengan air mata yang kekeringan di wajahnya.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
"Huh?"
Mira tersedar dari tidur seperti terkena renjatan elektrik. Dia terhidu kewujudan makhluk bernyawa lain di sebelahnya. Bagaikan tidak percaya Luqman sedang membuat latih tubi Matematik dengan tekun sekali. Tangan kiri budak lelaki berusia 17 tahun itu seakan menopang dagu sambil tangan kanannya rancak menyelesaikan permasalahan ilmu hisab itu. Kedengaran bunyi hujan yang kuat menghentam bumi.
Jam yang tergantung di atas papan hitam menunjukkan pukul 6.30 petang.
"Awak pergi mana tadi?"
Luqman menoleh.
"... keluar"
"Kenapa awak balik sekolah balik. Kenapa awak tak balik rumah?"
"..."
Mira tunduk. Perkara paling perit untuk seorang perempuan ialah apabila persoalannya tidak dijawab. Meskipun dia akan dapat mengagak tetapi dia tetap mahu mendengarnya sendiri. Suasana kekal senyap kecuali bunyi hujan dan guruh yang berdentuman.
Waktu Asar yang masih bersisa semakin luput. Mungkinkah kedua orang muda ini lupa tanggungjawab mereka pada Ilahi?
Adakah Luqman pergi bersolat tadi? Itu tidak dapat pula dipastikan. Tetapi Mira memang telah meninggalkan waktu itu. Adakah dia lupa? Barangkali. Barangkali lupa perkara paling penting untuk mendapat cinta hati ialah restu dari Ilahi. Matanya yang tadi memandang lantai mula memerhati jasad lelaki ajnabi di sebelahnya. Perlahan-lahan nur harapan yang begitu menebal dalam jiwa terlerai dari dirinya. Cintanya mula kelam di tampuk hati, tetapi kuat menerjah diri.
Betullah kata-kata hikmat yang selalu didengari. Jikalau duduk berdua, berhati-hati. Pasti akan ada yang ketiga untuk merasuk diri. Mempengaruhi. Membisik itu dan ini.
Mira menggerakkan tangan kanannya perlahan, perlahan-lahan mengangkat dan meletakkannya pada bahagian kiri dada Luqman, melekapkan tangannya tepat di atas poket baju kemeja remaja lelaki itu, tepat sehingga dapat dia merasai turun naik nafas yang semakin kuat...
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Jam 9.30 pagi.
Mira mempunyai baki selama 1 jam 15 minit sebelum dia dipanggil kembali ke zamannya. Pelajaran tentang antologi Kerusi yang sedang khusyuk diajar oleh Puan Laila tidak sedikit pun masuk ke dalam kepala otaknya. Ada perkara lain yang lebih penting harus difikirkannya. Mungkin bila dia kembali, Luqman tahun 2011 sudah ada di sisinya dan tidak mempunyai mata air yang lain. Atau mungkin juga semuanya sama sahaja, tiada apa yang berubah kerana sesungguhnya masa lalu memang mustahil untuk diubah.
Tersentak dirinya apabila terasa jemarinya yang disandarkan pada laci meja diraih. Ada nota yang diselitkan pada tangannya. Dia memandang Luqman yang tetap 'cool' memandang papan hitam. Nota itu pantas dilihat.
Awak, jangan tinggalkan saya...
-Luqman-
"Ya Mira, apakah tajuk cerpen yang kita baru bincangkan tadi?" Puan Laila menjegilkan mata ke arahnya yang sedari tadi langsung tidak fokus pada pelajaran.
"Um...eh...Di Sisi Rinda"
Puan Laila menggelengkan kepala. Seluruh kelas 5A riuh dengan gelak tawa kerana mereka mengulangkaji drama Kerusi, bukannya cerpen. Mira tertunduk, dan kembali melihat kembali nota yang diterimanya tadi.
Dia telah berjaya membuat Luqman jatuh cinta padanya, tetapi dia harus pulang apabila tepat jam 10.45 pagi. Pada waktu itu, genaplah 24 jam dia berada pada tahun itu untuk cuba mengubah nasib dan masa depan dirinya. Tetapi perbuatannya sendiri telah menyebabkan dirinya tercampak di dalam dilema. Jika dia pulang, pastilah dia akan menghancurkan hati Luqman yang baru ditawannya, dan mungkin pada masa depan perkara sama tetap terjadi. Luqman akan tetap bersama teman wanitanya dan Mira cuma memerhati. Jika dia tidak pulang, bagaimanakah pula dengan semua orang lain yang menyayanginya? Bagaimana dengan ibu, ayah, Lisa, adik dan Comel kucing kesayangannya?
Dia mula menyesali segala-galanya.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
"Sikit je lagi...Ya Allah...Mira...cepatlah bangun!"
Lisa mula menganginkan Mira dengan kipas kecil yang selalu dibawanya ke mana-mana. Dia tidak sabar mahu melihat rakannya itu membuka mata kembali dan menceritakan pengalamannya.
"Lisa?"
Bahu Lisa terhenjut dek terlalu terperanjat. Dia kenal benar suara itu. Dirinya berharap orang itu tersilap dan mungkin cuma orang bersuara sama yang kebetulannya mempunyai kawan lain bernama Lisa. Dia menoleh.
"A..ab..ang Luqman...ehe buat apa kat sini?"
"Mira? Kenapa dengan Mira ni? Pengsan ke tidur?" Luqman tidak menjawab soalan Lisa.
"Aa...d..dia letih sikit, semalam tak tidur tu yang tergolek kat sini...ehehe..he japni dia bangun la tu."
Luqman turut duduk bersila di sebelah Lisa. Dia memerhatikan Mira.
Lisa serba salah. Tetapi hatinya terasa sedikit suka. Mungkinkah rakannya itu telah berjaya mengubah takdir? Mungkin dia harus menguji.
"Abang Luqman datang sorang je?"
"Em...tunggu Nina pergi toilet jap."
"Oh..."
Nampaknya tiada apa yang berubah.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
"Awak pasti? Awak akan kehilangan semua yang awak ada dan awak akan kekal dalam zaman ini. Fikirlah semasaknya."
"...Saya pasti. Lagipun...saya dah berjaya mendapatkan Luqman. Saya tak akan tinggalkan semua ini sekarang."
"Kalau dah itu pilihan awak, saya tak dapat memaksa. Tetapi jika awak menyesal pada kemudian hari, awak tidak mempunyai peluang lagi untuk pulang melalui mesin masa saya."
"Pergi. Jangan psiko saya lagi. Saya pasti ini yang saya nak. Oh ya, terima kasih, terima kasih banyak-banyak sebab mesin masa awak ni saya dapat cinta hati saya. Selamat tinggal."
"Awak tak terfikir..."
"Pergi!!!"
Dan Mira berlari meninggalkan jin misteri itu.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Jam 3.25 petang. Sudah 3 minit berlalu selepas 2 jam Mira tidak sedarkan diri. Lisa mulai berpeluh dalam bangunan berpendingin hawa itu. Kenapa Mira masih tidak sedarkan diri? Dia menghenjut dan menarik tangan dan kaki rakannya itu. Sempat juga dia menampar pipi Mira beberapa kali sambil memanggil nama gadis itu. Risau bukan main Lisa.
"Dia tidak akan kembali lagi."
Lisa mendongak dan mencari suara itu tetapi gagal menjumpai sumbernya.
"Itulah jalan yang telah dipilihnya. Dia tidak akan kembali lagi. Biarkanlah dia dengan 'kehidupan' barunya.
"Celaka kau jin! Kau memang sial! Pulangkan balik kawan aku! Kau tak berhak ke atas dia!"
Lisa menjerit sambil menangis. Hatinya takut dengan getaran yang tiada hentinya.
"Mira bangun! Abang Luqman kirim salam pada kau tadi! Bangun Mira! Dia kata kau comel, dia nak duduk makan dengan kita bila naik sem nanti!"
Lisa tetap mencuba dan tidak mahu berputus asa. Dan tubuh itu masih juga tidak bergerak memberi respon.
"Bila manusia telah memilih jalannya sendiri, aku sudah tiada apa-apa kuasa untuk mengubah jalannya. Ingat, bukan aku yang memaksa dia. Janganlah kau salahkan malahan mengutuk aku pula atas segala kesalahan yang kau buat. Heh...semoga dia bahagia dengan 'cinta'nya. Sesungguhnya, tiadalah yang lebih berkuasa melainkan Allah Yang Maha Perkasa."
Dan Lisa terkedu...
No comments:
Post a Comment