Lagu Risalah Hati yang berkumandang dalam 'headphone' dimatikan.
Mual rasanya setiap kali mendengar lagu itu. Terasa bagai disumpah.
Hana termenung, dia tidak pernah sangka bahawa dia akhirnya dilamar
orang yang tidak pernah terlintas dalam fikirannya.
"Kenapa? Kenapa bukan Hadi yang melamar?"
Dia bangun meninggalkan komputer meja yang baru sebentar tadi mendendangkan
lagu yang pernah menjadi lagu kegemarannya.
"Ceh, risalah hati. Memanglah feeling romantic tapi..."
"Hana...Dah siap ke belum? Sekejap ni mak pihak lelaki dah nak masuk sarung cincin ni."
Terdengar suara ibunya seakan-akan berbisik di hadapan pintu bilik.
"Dah mak" Hana menyarungkan selendang ke kepalanya.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
"Apa la kau ni Hana, Hadi suka kat kau kut yang kau pergi tunang dengan orang lain tu kenapa?"
"Mak ayah aku yang setuju. Kalau ikutkan aku memanglah tak nak. Aku takut aku derhaka je kalau tak setuju"
"Eh mak kau paksa ke? Eee bodohlah kau ni. Sori la ini pendapat aku, tak salah kau cakap kat mak ayah kau yang kau dah ada kekasih. Kau sukakan Hadi dan kau nak kahwin dengan dia SAHAJA."
"Aku nak kahwin dengan Hadi tapi...Hadi nak ke kahwin dengan aku?" soalnya di dalam hati.
Inilah punca dan masalah besar dalam kepala Hana.
Hadi bukan kekasih Hana, Hana bukan kekasih Hadi.
Tetapi Hana sukakan Hadi dan yakin pula Hadi sukakan dia kembali.
Sudah 7 tahun mereka berkenalan, sejak awal universiti dahulu.
Memang Hadi dan Hana ni macam belangkas.
Mereka kata mereka kawan, memang betul pun
Cuma lama-kelamaan entah macamana perasaan lebih-lebih tu muncul.
"Adakah aku mudah sangat jatuh suka ni? Kenapa aku rasa suka dia?"
Mulalah si gadis memasang anganan. Dia fikir lelaki itu juga sama.
Macamlah telepati, semua yang dilakukan seperti 'synchronize' kata orang putih.
Termakan juga dia dengan 'nasihat' rakannya.
Lalu ke rumah dia menuju~
"Mak, sebenarnya Ana tak suka nak bertunang hari tu. Kenapa mak nak sangat tunangkan Ana?"
"Aik kau tak cakap pun masa mak suruh tu?"
Sambil menghenyak tubuh ke sofa, "Dah mak nampak beriya benar, Ana tak naklah kecewakan hati mak"
"Habis tu kenapa tiba-tiba tanya sekarang? Kau nak kahwin dengan siapa lagi? Umur dah nak masuk 26 tapi tak kahwin-kahwin lagi. Siapa yang kau nak tunggu? Mak dengan ayah kau dah tua blablablablablabla"
Tipikal bebelan orang tua pada anak perempuan yang belum kahwin pada usia pertengahan 20-an.
"Ana...sukakan Adi...Ana nak kahwin dengan dia..."
Ibunya tersenyum sinis
"Hadi tu, mau ke kahwin dengan kamu?"
Hana tersentak. Tiba-tiba dia rasa kata-kata ibunya menikam jantung. Sentap bukan main.
Dia merajuk, terus berlalu ke bilik dan mengunci pintu, lalu bertafakur di atas katil.
"Hm...Hadi mau ke kahwin dengan aku? Bukan dia suka aku ke? Tapi kenapa dia tak pernah...
Em...kenapa dia tak pernah nak beritahu aku, minta aku tunggu dia ke, beritahu yang dia nak kahwin dengan aku ke...entah-entah betul kata mak. Kalau dia maukan aku, takkanlah sampai dah 7 tahun pun sikit 'hint' pun tak ada?"
Bermonolog gadis itu di dalam hatinya. Tarikh hari nikahnya tinggal lagi 2 minggu.
Memang patut pun ibunya nak marah bila dia tiba-tiba menunjukkan belang.
Tapi tiba-tiba apanya, dia baru bertunang 2 minggu lalu, dan lagi 2 minggu dah nak nikah?
Memang &*%$#@ betul lelaki ni.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
"Wah~ Imran nak kahwin dah~ Tak sangka aku baii, selalu selamba tak kisah perempuan!"
Imran tersenyum. Dia entah kenapa tidak begitu berasa bersalah terhadap Hadi.
Dan kini Hadi sedang mengagumi dirinya yang akan berkahwin dengan Hana, perempuan paling rapat dengan Hadi. Kawan-kawan yang lain turut mengagumi Imran. Identiti perempuan itu yang dibiar misteri menambah keterujaan Hadi dan rakan-rakan yang lain.
"Eh kau bila lagi Di? Takkanlah tak ada perempuan yang kau berkenan?" Imran menguji.
"Entahlah wei, aku...suka kut dekat Hana tu tapi..."
"Tapi apa?"
"Tapi aku tak tahu samada betul ke tindakan aku kalau melamar dia? Macamana kalau dia 'reject' aku? Tak sangguplah aku nak terima."
"Eh, takkanlah dia nak 'reject' kau, aku tak pernah nampak dia rapat dengan lelaki lain pun."
Imran seperti ingin bermain dengan api. Gila agaknya mamat ni.
"Em...nantilah aku fikirkan. Aku masih tak boleh nak terima bila fikir kalau-kalau dia 'reject' aku."
"Haha~ apa-apalah baii. Kalau kau tunggu lama-lama, aku curi dia jelah."
"Haha! Kalau kau berani! XD
Memang dia berani. Hadi itu pengecut.
2 minggu tidak lama, sedar-sedar sahaja dia sudah menikahi Hana.
Dia tahu Hadi sukakan Hana tetapi takut. Dan dia tahu Hana sukakan Hadi tetapi juga takut.
Dia sukakan Hana dan tahu perempuan itu tidak pernah mempedulikannya.
Tetapi dia berani. Lebih 'challenging' lah kononnya kalau kahwin gaya macam ni.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
"Hana dah kahwin? Dengan siapa? Kenapa dia tak pernah bagitahu aku?"
Hadi tersandar di dinding. Dia bagaikan tidak percaya dengan berita yang didengarinya. Nampaknya memang betul Hana tak pernah sukakan dia. Kalau suka kenapa sanggup kahwin dengan orang lain? Dia kecewa, terdiam beribu bahasa. Pintu bilik yang memang sudah dikunci, tidak dibuka melainkan untuk ke bilik air. Ibu bapa Hadi pun jadi risau. Apa nak jadi dengan Hadi.
Malam pun berlabuh. Hadi yang kekecewaan mendail nombor Imran.
"Imran...macamana semua? Ok? Kau nikah hari ni kan?"
"Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar. Maaflah tak jemput kau, aku segan baii"
"Em tak kisahlah. Janji semua ok. Weh, Hana dah kahwin. Dengan orang lain. Dia memang tak suka aku la..."
Terdengar di telinga Imran seolah-olah Hadi menahan tangis. Terbit pula rasa tidak tenteram.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
"Imran, eh abang Imran..."
Hana bersuara setelah kebisuan bak kuburan untuk masa yang lama.
"(o.O)?"
"Jangan marah ya kalau Hana tanya."
"Ok"
"Abang Imran mesti tahu kan hal orang lelaki ni. Lagi pula abang Imran kawan baik Hadi."
Imran mengangguk-angguk
"Dia...memang tak pernah suka pada Hana ya? Dia pernah cerita apa-apa pasal Hana tak?"
Imran terdiam. Tidak sanggup menjawab.
"Kalau pernah? Kalau betul dia sukakan Hana kenapa?"
Jantung Hana berdegup kencang.
"Kalau betul. Tapi mesti tak, kalau ya takkanlah dia boleh biar je, lepas tu tak pernah kisah nak..."
Perempuan itu mematikan bualnya. Takut pula melampaui batas dan mengguris hati suami.
Kebisuan beberapa ketika.
"Suka lagu Risalah Hati?" Imran memecah kesunyian
"(O.O)"
"Imran nak sampaikan lagu tu pada Hana..."
".....sejak bila....sejak bila Imran...."
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Keretanya meluncur laju. Lampu-lampu di sepanjang jalan, seakan kalau tak ada pun tak apa.
Ada air mata tapi cepat-cepat diseka. Bukan kesedihan yang patut menghuni diri. Ada perkara yang lebih penting harus dirungkaikan.
"Makcik, Hana....Hana...."
"Hana ada di atas. Nanti makcik panggilkan." Ibu Hana menyambut dengan muka toya.
"Tak apa, saya pergi jumpa dia."
Hadi meluru masuk dan terus menuju ke tangga. Terhenti sejenak apabila...
"Bila anak aku dah kahwin tahu pula kau sedih? Bukan main lama dia tunggu kau tak datang meminang. Sekarang makcik minta kau janganlah mengganggu hidup dia. Kau patut hormat pada suami dia."
Geram pula hati Hadi mendengar tembakan laser ibu Hana. Tahap kegeramannya lebih kurang macam Kassim Selamat semasa Dr. Ismadi mengungkit pembedahan mata yang dijalankan.
Hadi meneruskan perjalanan menaiki tangga. Dia membuka semua pintu bilik yang ada. Ada yang perlu diperbetulkan. Rupa-rupanya selama ini Hana menunggunya, Hana sukakannya seperti mana dia menyukai Hana.
"Sekarang perkara sudah jadi tidak betul," bentaknya dalam hati.
Dia menolak semua pintu yang ada. Dia tiba di hadapan sebuah bilik dan terdengar suara menyanyi sebuah lagu cinta. Hatinya remuk, berkecai dan marah. Dia menolak pintu dengan kasar.
Hana tersentak, nyanyian Imran terhenti.
"Hadi..." Hana bersuara.
Dia menghampiri Hana dan menarik lengan perempuan itu yang masih berbaju nikah siang tadi. Jelingan dendam sempat dihadiahkan kepada Imran. Hana terus ditarik menuju ke pintu.
"Hadi! Dia isteri aku sekarang. Lepaskan."
Hadi terhenti. Dia tersenyum sinis walaupun ada sisa air mata di pipi. Dia memusingkan badan memandang Imran.
"Laa ilahaillallah muhammadarrasulullah"
BANG!!!!!
Tembakan dilepaskan, tepat mengenai kawasan jantung. Latihan memanah yang pernah dijalani Hadi suatu masa dahulu nampaknya tidak sia-sia. Sekarang dia boleh bersama Hana. Dia sukakan Hana dan Hana sukakan dia. Tidak ada lagi Imran si perampas.
Imran rebah menyembam ke lantai. Darah yang mengalir dari tubuhnya tiada hentinya.
Hana menjerit sekuat hati. Dia menjadi janda dalam sekelip mata. Auratnya belum sedikit pun terlihat oleh suaminya yang kini sudah meninggal dunia.
Hadi...dia jadi takut dengan Hadi. Hilang terus suka dan cintanya terhadap lelaki itu yang sudah 7 tahun menjadi sahabat. Dia menangis, apalah yang mampu dilakukannya lagi pada waktu-waktu begini.
"Hana...sekarang kita boleh bersama. Hadi pun sukakan Hana, mari kita kahwin? Maaf sebab buat Hana tunggu lama."
Hadi menyampaikan risalah hatinya yang sudah tidak bermakna lagi.
Hana menangis semahunya, terasa ingin mengikuti suaminya ke alam barzakh tetapi itu tidak menghalalkan dia untuk mengambil nyawanya sendiri.
Risalah hati Imran, walaupun sekadar lagu kumpulan Dewa yang dinyanyikan untuknya, terpateri ampuh dalam hati, mungkin sehingga mati.
Risalah hati Hadi yang penuh misteri dan teka teki, percaturan yang akhirnya dimenangi oleh syaitan yang durjana.
x sangka..
ReplyDeleteade bakat..
lagi2!! XD
x)
ReplyDeleteyeyyyy~ sankyu2~
insyaAllah bila ilham datang~
thanks for reading
^_^